I. SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 254
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ
يَوْمُ لاَّ بَيْعُ فِيهِ وَلاَخُلَّةٌ وَلاَ شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ
الظَّالِمُونَ {254}
”Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan
tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan
orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
(QS.Al-Baqarah: 254)
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata dalam menafsirkan ayat di atas:”Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk menginfakkan rizki yang telah Allah karuniakan kepada mereka di
jalan-Nya yaitu jalan kebaikan, supaya mereka menyimpan pahala perbuatan
tersebut di sisi Rabb mereka, Raja mereka (Allah), dan supaya mereka
bersegera untuk melakukan hal itu (infak) di kehidupan dunia ini, sebelum
datang suatu hari, yaitu hari Kiamat.”
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin rahimahullah berkata:”Seruan dalam ayat ini ditujukan
kepada orang-orang yang beriman. Hal ini menunjukkan bahwa berpegang teguh
dengan apa yang akan disebutkan dalam ayat ini iadalah termasuk konskwensi
dari keimanan, sama saja apakah ia berbentuk perintah ataupun larangan. Dan
juga menunjukkan bahwa tidak merealisasikannya mengurangi keimanan. Dan juga
menunjukkan motivasi dan anjuran, seolah-olah Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:”Wahai orang-orang yang beriman, karena keimananmu maka kerjakanlah
ini dan itu”, seperti ketika kita memotivasi seseorang dengan mengatakan:”Hai
laki-laki kerjakanlah ini dan itu” karena pekerjaan tersebut adalah
konsekwensi dari kelelakian/kejantanannya.”
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di rahimahullah berkata:”Allah menganjurkan kepada kaum
mukminin untuk berinfak pada segala macam bentuk kebaikan, karena
menghilang-kan obyek kalimat menunjukkan pada keumuman, dan Allah juga
mengingatkan tentang nikmatNya atas mereka, bahwa Allah-lah yang telah
memberi rizki kepada mereka, dan memberikan berbagai macam nikmat atas
mereka, dan Allah tidak memerintahkan kepada mereka untuk mengeluarkan
seluruh harta yang ada pada mereka, akan tetapi ayat ini datang dengan kata
"min" yang menunjukkan arti sebagian, maka hal ini di antara
perkara yang mengajak mereka untuk berinfak, dan juga di antara hal yang
mengajak mereka untuk berinfak adalah kabar Allah kepada mereka bahwa
infak-infak tersebut akan tersimpan rapi di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala
pada suatu hari yang tidak ada gunanya lagi saling tawar menawar untuk
berjual beli dan semacamnya, tidak pula bantuan-bantuan sosial maupun
syafaat, setiap orang akan berkata apa yang telah saya persembahkan untuk
kehidupan saya, maka seluruh sebab-sebab akan lenyap, kecuali sebab-sebab
yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah dan keimanan kepadaNya,
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ {88} إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ {89}
”(Yaitu) di hari harta dan
anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah
dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu-'ara: 88-89), dan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمَآأَمْوَالُكُمْ وَلآأَوْلاَدُكُم بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَى إِلاَّ مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ لَهُمْ جَزَآءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ ءَامِنُونَ {37}
”Dan sekali-kali bukanlah harta
dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit
pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka
itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah
mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam
surga)." (QS. Saba': 37), dan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
وَمَاتُقَدِّمُوا لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {20}
”Dan kebaikan sekecil apapun yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling
besar pahalanya."(QS. Al-Muzammil: 20)
Kemudian Allah ta'ala berfirman, وَالْكَافِرُونَ
هُمُ الظَّالِمُونَ "Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zhalim" hal itu karena Allah ta'ala menciptakan mereka hanya untuk
beribadah kepadaNya, Dia memberi rizki dan menyehatkan mereka agar mereka
mampu mengerjakan ketaatan dengannya, namun mereka berpaling dari tujuan
Allah menciptakan mereka, mereka menyekutukan Allah dengan apa yang tidak
Allah turunkan keterangan tentangnya, mereka melakukan kekufuran, kefasikan
dan kemaksiatan dengan kenikmatan itu, mereka tidak meletakkan keadilan pada
tempatnya, oleh karena itulah kezhaliman yang mutlak meliputi mereka
Para Ulama berbeda pendapat
tentang infak yang dieprintahkan dalam ayat ini; apakah ia infak wajib yaitu
zakat ataukah ia infak seecara umum mencakup yang wajib dan yang sunnah?
Al-Hasan al-Bahsri rahimahullah berpendapat bahwa infak dalam ayat ini
adalah khsusus untuk zakat saja (infak wajib), bukan infak sunnah namun Ulama
yang lain (Jumhur) berpendapat infak dalam ayat ini adalah umum mencakup
infak yang wajib yaitu zakat dan juga infak yang sunnah seperti sedekah dan
lain-lain.Wallahu a’lam.
Pelajaran dari ayat yang mulia di
atas:
Di antara pelajaran yang dapat
dipetik dari ayat di atas adalah sebagai berikut:
1. Keutamaan berinfak dari rizki
yang telah Allah karuniakan kepada kita.
2. Bahwasanya infak adalah salah
satu konsekwensi dari keimanan, dan kikir (pelit/bakhil) adalah kekurangan
dalam iman. Oleh sebab itu seorang mukmin bukanlah orang yang pelit, namun
orang mukmin adalah orang yang dermawan dengan ilmunya, dermawan dengan
kedudukan/kehormatannya, dermawan dengan hartanya dan dermawan dengan
fisiknya.
Peringatan bahwa seseorang
tidak memperoleh rizki semata-mata dengan usahanya sendiri, usaha hanyalah
sebab namun yang menjadikan sebab itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hal ini sebagaimana firman-Nya: مِمَّا رَزَقْنَاكُم (sebagian dari
rezki yang telah Kami berikan kepadamu). Maka tidak sepantasnya
seseorang merasa ujub (takjub terhadap diri sendiri) sehingga menganggap
rizki yang diperolehnya adalah semata-mata hasil usahanya, dan hasil kerjanya
sebagaimana perkataan seseorang:”Sesungguhnya aku diberikan ini karena
ilmu yang aku miliki.”
4. Bahwasanya pada hari itu
(Kiamat) tidak ada lagi kemungkinan (kesempatan) untuk sampai kepada apa yang
diinginkan, dengan sarana/sebab apapun yang biasa mereka gunakan di dunia
untuk meraih apa yang mereka inginkan, seperti jual beli, persahabatan,
syafa’at. Akan tetapi yang bisa menyampaikan seseorang kepada apa yang
diiginkan adalah ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Bahwasanya syafa’at tidak
bermanfaat bagi orang kafir, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengakhiri firman-Nya وَلاَ شَفَاعَةٌ (tidak ada syafa’at)
dengan fiman-Nya:وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُون (Dan orang-orang
kafir itulah orang-orang yang zalim) dan ini dikuatkan dengan firman-Nya:
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ {48}
”Maka tidak berguna lagi bagi
mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.”(QS.
A-Mudatstsir:48)
6. Sesungguhnya kekufuran adalah
kezhaliman yang paling besar, sisi pendalilannya adalah pembatasan kezhaliman
hanya pada orang kafir. Cara pembatasan dalam ayat ini adalah dengan adanya dhamir
fashl (kata ganti pemisah) هم
7. Bahwasanya seseorang tidak bisa
mengambil manfaat dari hartanya setelah dia meninggal, berdasarkan
firman-Nya:
… أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمُُ ....{254}
”… Infakkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari
…(kematian).” (QS.Al-Baqarah: 254)
Namun hal ini dibatasi (maksudnya
hal ini tidak berlaku secara mutlak namun ia dibatasi) dengan hadits yang
shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعوا له “
Jika manusia mati terputuslah
amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak
shalih yang mendoakannya.”(HR. Muslim)
8. Bantahan terhadap sekte (kelompok) Jabriyah,
yaitu dalam firman-Nya:أنفقوا (berinfaklah kalian), yang mana
di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyandarkan perbuatan infak dalam
ayat ini kepada manusia (dengan demikian berati manusia memiliki kehendak).
Orang Jabriyah mengatakan bahwa manusia tidak melakukan sesuatu perbuatan
dengan kehendaknya (dan bahwasanya manusia itu seperti wayang di tangan si
dalang dan seperti mayat di tangan orang yang memandikannya). Pendapat ini
dapat dibantah dengan dalil naqli (al-Qur’an dan Hadits) dan akal
–sebagaimana hal itu telah menjadi ketetapan di dalam kitab-kitab Aqidah.
9. Bantahan terhadap sekte
(kelompok) Qadariyah, yaitu dalam firman-Nya:ممارزقناهم (dari
rizki yang kami berikan kepada kalian). Karena kita yakin bahwasanya
rizki Allah ada yang diperoleh dengan usaha dan ada yang diperoleh tanpa
usaha. Jika hujan turun dari langit dan engkau dalam keadaan haus, lalu
engkau meminumnya, maka rizki Allah ini (hujan) datang tanpa usaha sedikitpun
darimu, dan juga bukan dengan keinginanmu. Namun, jika engkau melakukan jual
beli dan engkau mendapatkan harta maka ini ada usaha darimu, dan Allahlah
yang memberikannya rizki itu kepadamu. Dan jika Allah berkehendak, Allah bisa
saja menghilangkan kemampuanmu, meghilangkan keinginan/kehendakmu dan bisa
juga dia tidak mendatangkan rizki kepadamu.
10. Menafkahkan seluruh harta itu
boleh. Hal ini kalau kita mengatakan bahwa makna huruf من (dari)
dalam firman Allah مما رزقناكم adalah untuk penjelasan bahwa yang dinafkahkan
adalah rizki yang Allah karuniakan, dan juruf tersebut bukan sebagai kata
yang menunjukkan sebagian (tab’idhiyyah). Namun hal ini disyaratkan
bahwasanya orang tersebut hendaklah yakin bahwa dia masih mampu berusaha, dan
jujur dalam bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
Perhatian:
Secara sekilas ayat ini menyatakan
bahwa syafa’at pada hari Kiamat tidak bermanfaat secara mutlak. Maka dari
itu, kita harus mengabungkan ayat ini dengan nash-nash lain yang menetapkan
adanya/bermanfaatnya syafa’at pada hari itu. Maka dijelaskan: ”Menggabungkannya
adalah dengan mengatakan bahwa nash yang mutlak (pada ayat di atas) muqayyad
(dibatasi) dengan ansh-nash lain yang menyebutkan adanya syafa’at. Namun
keberadaan syafa’at tersebut bisa diperoleh dengan tiga syarat; ridha Allah
bagi orang yang akan memberi syafa’at dan bagi orang yang akan diberi
syafa’at, dan izin dari Allah untuk memberi syafa’at."
(Sumber: Tafsir Ibnu
Katsir, Tafsir as-Sa'di, Tafsir al-Qur'anul Karim karya Syaikh 'Utsaimin rahimahumullah
dan tafsir-tafsir yang lain.diposting oleh Abu Yusuf Sujono )
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar